
Mentor

Eko Supriyanto
Setelah meyelesaikan program S1 di ISI Surakarta, Eko melanjutkan studi magisternya di UCLA, AS dalam bidang Koreografi dan Seni Pertunjukan dengan dukungan dari beasiswa Ford Foundation, Asian Cultural Council, dan UCLA. Program doktoralnya diselesaikan pada di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta pada tahun 2015 setelah sebelumnya disupport oleh Fullbright Foundation untuk program pra-doktoral dalam kajian Performance Studies. Pengalaman menari dimulai Eko saat kecil dengan mempelajari pencak silat di bawah bimbingan BIMA (Budaya Indonesia Mataram) dan tari-tarian Jawa, di Magelang, Jawa Tengah.
Karya-karya Eko telah medapat apresiasi secara luas oleh masyarakat dunia, baik di Indonesia maupun di negara lain, seperti di Amerika Serikat (American Dance Festival 1997, APPEX 1997, 1999, 2000), ACDFA, Highways Performace Space, The Getty Museum, Japan American Theatre), juga di berbagai pentas prestitius di Asia dan Eropa. Eko pun terlibat sebagai penari dalam tur konser “Drowned World” penyanyi Madonna pada tahun 2001, dan bekerja sebagai konsultan koreografer dalam karya Los Angeles and National Tour of Julie Taymor saat memproduksi teater Broadway “Lion King”.
Eko menjadi aktor, penari dan koreografer dalam "Opera Jawa" sebuah film karya Garin Nugroho dan diproduksi oleh Peter Sellars (2006). Ia menari dan menjadi koreografer dalam "The Iron Bed" untuk Indonesia Dance Festival (2008) di Jakarta. Ia turut berpartisipasi dalam "Opera Tusuk Konde" dalam rangka peringatan 100 tahun Troppen Museum Amsterdam dan Brandly Museum Paris pada tahun 2011. Dalam "Generasi Biru", sebuah film tentang grup musik SLANK, Eko menjadi koreografer membantu sutradara Garin Nugroho dan John de Rantau. Saat ini Eko tengah menekuni olahraga selam sambil melakukan riset pada studi ketubuhan penari Indonesia dengan tema “The Future of Dance is Under Water”
Pada tahun 1996, Eko mendirikan Solo Dance Studio di kota tempat tinggalnya sampai hingga sekarang. Karyanya yang terbaru berjudul “Cry Jailolo”, diciptakannya saat mempersiapkan Festival Teluk Jailolo di Maluku, dan kini sedang dipersiapkan untuk menjalani tur dunia ke Eropa, Australia, dan Jepang.

Melati Suryodarmo
Bagi Melati Suryodarmo, tubuh manusia adalah salah satu sumber penting bagi inspirasi karya-karyanya. Melati memandang bahwa tubuh manusia tidak hanya dari segi fisiknya namun tubuh adalah muatan memori yang terus tumbuh. Tubuh memiliki resistensi terhadap lingkungan dimana dia hidup. Sistem yang hergerak dalam tubuh psikologis manusia, mendorongnya untk terus mencari dan menemukan struktur tingkah laku dan pemikiran baru tentang manusia dan kemanusiaannya. Tubuh tidak akan lepas dari tautan sejarah yang melekat pada kehidupan manusia. Dia tidak hanya sekedar badan yang memiliki fungsi, naun dia merupakan konstelasi segala percampuran dan perubahan peradaban manusia. Tubuh bisa juga sangat sederhana, seperti selembar kartu identitas, tercetak dan dilaminasi.
Dalam karya-karya performancenya, Melati menggunakan istilah “unspoken language” atau bahasa tanpa kata-kata sebagai hal yang dia terus pelajari untuk menjelaskan hubungan antara karya performance art dan publiknya, antara sebuah karya dan persepsi penerimanya. Baginya, performance art lebih berhubungan dengan serangkaian tindakan yang dilakukan dan dipilih untk mewakili pemikiran yang berbasis pada proses riset dan dihadirkan dalam ruang dan waktu tertentu dimana pintu-pintu persepsi menjadi tumbuh. Dalam karyanya, Melati berada pada batas-batas cair antara tubuh dan realitas lingkungannya, dengan mebangun sebuah ruang intensif tanpa menggunakan struktur naratif. Tema-tema yang diangkatnya banyak bertema psikologis, berhubungan dekat perubahan yang ada pada ruang kehidupan pribadi maupun lingkungan sosial dan politik. Selain berkarya dalam performance art, Melati Suryodarmo juga berkarya di bidang photography dan video art. Karya-karya performance art yang sebagian besar berdurasi panjang itu diantaranya adalah: I LOVE YOU (2007), Perception of Patterns in Timeless Influence (2007), Alé Lino (2003), Der Sekundentraum (1998), Conversation with the Black (2011) dan I’m a Ghost in My own House (2012), Beethoven Sonata Marathon - kolaborasi dengan Stewart Goodyear (2012). Melati juga banyak dikenal karena karyanya yang provokatif, Exergie-butter dance (2000).
Melati Suryodarmo, lahir pada tahun 1969 di Solo, Indonesia. Setelah lulus studi Hubungan International di FISI UNPAD pada tahun 1993, Melati mulai belajar di jurusan senirupa dengan fokus pada bidang studi Konsep Ruang dan Performance Art di Hochschule fuer Bildende Kuenste Braunscweig (HBK) Jerman pada tahun 1994. Di BHK Braunschweig Melati belajar performance dibawah bimbingan intensif oleh Anzu Furukawa (performance/Butoh) dan Marina Abramovic. Sejak tahun 1996 ketika masih mahasiswa hingga sekarang, Melati telah menampilkan karya performancenya di berbagai festival internasional dan berpartisipasi apda pameran-pameran senirupa di berbagai negara, diantaranya: 50th Venice Biennale 2003, Marking the territory, IMMA Dublin. e.t.c. In 2005, Melati Suryodarmo has performed at the Van Gogh Museum Amsterdam, during the Exhibition of the Life of Egon Schiele in 2005; Videobrasil Sao Paolo (2005), Haus der Kulturen der Welt Berlin, 52nd Venice Biennale dance Festival (2007), KIASMA Helsinki (2007), Manifesta7, in Bolzano, Italy (2008),and In Transit festival, HKW Berlin (2009), Manchester International Festival, Manchester, UK (2009), Transart Festival, Bolzano (2012), Luminato festival of th earts, Toronto (2012), dan Sensorium 360°, Sngapore Arts Museum, Singapore (2014). Awal tahun ini Melati mendapatkan penghargaan pilihan juri Signature Art Prize se Asia Pacific, APBF 2015.

Jecko Siompo
Jeck Kurniawan Siompo Pui lahir di Jayapura pada 4 April 1975. Ia mempelajari tarian tradisional sejak kecil di Rawori Dok 8 Bawah, Jayapura. Pada tahun 1994, setelah menyelesaikan sekolah menengahnya di Jayapura Utara, pria yang dipanggil Jecko ini melanjutkan pendidikan tarinya di Institut Kesenian Jakarta. Tahun 1999, ia mempelajari tarian Hip-hop di Portland, Maine, AS, kemudian menerima beasiswa dari Goethe Institute Jakarta pada tahun 2002 untuk memperdalam ilmunya di Folkwang Dance Studio di Jerman. Selama tinggal di Jakarta, ia juga tampil di beberapa tempat termasuk Malaysia, Singapura, Jepang, Jerman, Denmark, Australia, AS, Prancis, Taiwan, Hongkong, Rusia, dan berbagai kota di Indonesia.
Beberapa karya yang telah dihasilkannya antara lain:
Betamax to DVD (2009), What Existed (2009), Behind Is In Front (2008), Matahari Itu Terbit Di Papua (2007), Terima Kos (2007), In Front Of Papua (2005), Di Kamar Kos Aku Mengganti Baju (2004), Tikus-Tikus (2003), 8 pm Kamar Kos (2001), Unanuk (2001), Buto Huruf (2000), Sketsa Impian (1999), Irian Zoom In (1998), Goda (1997), Ini Budi (1997), Manusia Got (1996), Kontemp Error (1995) dan Impian (1995). Selama dua tahun terakhir, Jecko menampilkan karya-karya di Regional Dance Summit di Goethe-Institut Jakarta tahun 2009, di The Singapore Arts Festival di Esplanade, Singapura pada tahun 2009, di the Pacific Dance Platform di the Hongkong Arts Festival di Hongkong pada tahun 2009, di dB Physical Arts Festival OSAKA BABA di Osaka, Jepang pada tahun 2008, di ENCOUNTEER–Dance ASIA di Tokyo, Jepang tahun 2008, di DANCE WAVE FUKUOKA ’07-Asia Contemporary Dance Now! di Fukuoka, Jepang tahun 2008, di pembukaan Salihara Festival di Jakarta tahun 2008, di Arts Summit Indonesia V di Jakarta tahun 2007, di “5 PIECES: New Dance Indonesia in Singapore 2007”, di Gelar Koreografi Kota DKJ Jakarta pada tahun 2007, di LIVE ART Bangkok, Thailand tahun 2007, di the Osaka Asia Contemporary Dance Festival di Osaka, Jepang, tahun 2007 dan di the Asian Dance Conference di Tokyo, Jepang. Karya terakhir Jecko di tahun 2015 adalah “Tabib Dari Timur “, sebuah kolaborasi dgn Butet Kartaredjasa, Agus Noor, dan Djaduk Ferianto.

Wawan Sofwan
Wawan Sofwan (lahir di Ciamis, Jawa Barat, 17 Oktober 1965), adalah aktor dan sutradara teater Indonesia. Lulusan kimia dari Universitas Pendidikan IndonesiaBandung pada tahun 1991, ia mulai aktif dalam bidang teater sejak tahun 1984 di Student Theater IKIP Bandung dan kemudian pada tahun 1986 melanjutkan pembelajaran teater di Studiklub Teater Bandung, yang merupakan salah satu teater modern yang tertua di Indonesia.
Naskah drama yang telah dipentaskannya adalah 'King Lear', Impian di Tengah Musim, Julius Caesar, Doa Carlos dan lain-lain. Ia mulai mendalami monolog pada tahun 1994. Monolog yang sudah dipentaskannya adalah Oknum, Dam, Laporan untuk Akademi, Zarathustra, Indonesia Menggugat,Kontrabass dan " The Story of Tiger".
Tahun 1999 ia mulai meyutradarai> pentas yang pernah disutradarainya , al: Art (Yasmina Reza), Disco Pigs (Enda Wals), Faust I (Goethe), Fragmen opera La Boheme (Pucini),Saudagar Venesia (Shakespeare), Musical "Honk", Musical "Mary did you know", Nuri dan Lokomotif Lipang, Electronic City (F. Richter),Fashion Performance "Ti Iwung Nungtung ka Padung", Opera Dido Aenias (H. Purcel), Konser Bimbo 40 tahun,Nyai Ontosoroh(Pramudya A. Toer/Faiza Marzuki) dan Kehidupan di Teater (David Mamet)
Di samping itu, Wawan Sofwan juga mendapat beasiswa dari Goethe Institut Jerman untuk belajar Bahasa Jerman dan mempelajari Research Theater dari tahun 1995 hingga 1996. Kemudian, antara tahun 1996-2000, ia mulai mengikuti berbagai festival di Australia lalu bergabung dengan main teater Melbourne, dan mendapat anugerah "The Melbourne Fringe Theater Award" serta dicalonkan sebagai "Green Room Award Australia". Pada tahun 2000, ia mengikuti pertemuan atau kursus "International Forum for Theater Worker" di Berlin, Jerman.
Tahun 2005, mendapat beasiswa dari International Theater Institut Germany untuk magang di kelompok Theater musical "Triebwerk Theater-Hamburg" selama 4 bulan.
Pada tahun 2004, ia mengikuti The London International Festival of Theater. Ia juga pernah mengikuti bengkel-bengkel workshop seperti Dramatugi (Manfred Bachmayer& Manfred Linke), Stage Design (Wolf Wanninger), Voice dan Jogling, Puppet, Commedia del Arte(Allesandro Marchetti) dan Acting di Bandung, Jakarta, Melbourne dan Berlin. Mengajar seni drama di Cultural Center University Malaya-Kuala Lumpur dan sutradara tamu pada kelompok Sumunda Theater Company-Kuala Lumpur.
Sekarang ia mengajar di Voice Training di Jakarta, Acting for Singer di Gita Svara, Acting for Film and TV di Tikar School of Acting,Creative team di Tikar Production dan menjadi Sutradara Teater di mainteater Bandung.